Hukrim  

Soal Temuan Kerugian Negara Jalan Mantowu-Lawele, Polisi Diminta Lebih Serius, Tomi Fahmi Tantang Inspektorat: Mana Ada Pengembalian Selama Bertahun-tahun

TERAWANGNEWS.com, BUTON – Salah seorang LSM, Tomi Fahmi yang merupakan pelapor terhadap hasil temuan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada proyek Pembangunan Jalan Mantowu-Lawele meminta Polres Buton agar lebih serius lagi dalam menangani atau mengungkap kasus tersebut.

Menurutnya, penyidik tidak hanya melihat adanya kerugian negara dalam kasus itu, namun juga kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Lanjut Tomi, kalau kemudian saat ini Inspektorat menyampaikan bahwa setelah hasil pemeriksaan BPK itu menemukan ada dugaan kerugian negara, maka selama tiga hari pihak rekanan akan melakukan komplain terhadap temuan BPK tersebut dengan menandatangani Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) terkait  persoalan pengembalian kerugian negara.

“Nah, ketika kemudian hari mereka telah menandatangani SPTJM, mereka akan melakukan proses pengembalian selama 40 hari dan ketika hari ini mereka tidak melakukan proses pengembalian selama 40 hari tersebut, maka mereka harus menyertakan jaminan dan surat kuasa untuk melakukan proses pencairan terhadap jaminan terhadap pengembalian kerugian negara itu,” kata Tomi kepada Terawangnews.com belum lama ini.

Artinya, harus ada aset yang dijaminkan atau barang selama 40 hari kepada pihak Inspektorat untuk melakukan proses pengembalian kerugian negara terhadap nilai jaminan tersebut.

“40 hari dulu, kan 60 hari itu adalah kewenangan APH (Aparat Penegak Hukum -red) untuk melakukan proses tindaklanjut,” katanya.

“Jadi 40 itu adalah bagaimana setelah SPTJM itu ditandatangani, mereka harus menyertakan barang atau apapun surat- surat dan dokumen yang bisa dijaminkan, dan ada ini digaris bawahi dan ada surat, surat kuasa untuk melakukan proses pencairan, artinya pemilik barang itu harus memberikan surat kuasa kepada Inspektorat atau BPK untuk mencairkan selama 40 hari itu saat mereka tidak bisa membayar kerugian negara secara tunai, kan kalo tidak ada surat kuasa, bisa saja barang itu tetap milik mereka, kan gituh,” sambungnya.

“Pertanyaannya, kemudian kapan dari pihak Inspektorat melakukan proses pencairan, nda bisa itukan SOP yang harus ditindaklanjuti oleh APH maupun Inspektorat bahwa itu SOP untuk melaksanakannya selama 40 hari. Inikan agak lucu, ini bukan lagi 40 hari tapi sudah hampir dua tahun,” sambungnya agi.

Lebih lanjut Tomi mengatakan, jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara dan Undang-Undang BPK Nomor 3 tahun 2007. Maka, dengan dasar ini kemudian bisa menjadi atensi terhadap seluruh lembaga-lembaga terkait menyelesaikan proses pengembalian kerugian negara tersebut.

“Jadi begini, ada dua sisi persoalan, ini bukan saja persoalan kerugian negara, disini ada juga kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, artinya kerugian negara itu menjadi bagian dari seseorang atau koorporasi yang sengaja atau tidak sengaja untuk melakukan proses melawan hukum untuk merugikan keuangan negara, kan gituh,” jelasnya.

“Nah, disini ada perbuatan melawan hukum, melawan hukumnya yang harus dinilai yang harus ditindaklanjuti dulu. Jadikan kalo kita mau melakukan proses kajian terhadap laporan hasil temuan BPK, disitu ada dua buku, buku kedua itulah yang kemudian disitulah dinilai ada ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangan-undangan, ada disitu perbuatan melawan hukum, maka perbuatan melawan hukumnya yang kemudian bisa ditindaklanjuti, pengembangan yang dilakukan penyidik terhadap kerugian negara yang ditemukan BPK karena apa, APH itu punya kewenangan menghadirkan alat bukti baru walaupun pengembalian bisa dilakukan dan ada kerugian negara yang dari alat bukti baru yang didapatkan APH, bisa,” ungkapnya.

Sehingga tambah Tomi, Inspektorat tidak dijadikan alasan atau alibi oleh penyidik terkait persoalan surat jaminan yang diserahkan pihak rekanan kepada Inspektorat terkait pengembalian kerugian negara tersebut. Karena, perlu dipahami surat jaminan itu hanya berlaku selama 40 hari.

“Jadi saya tantang Inspektorat berikan saya satu landasan hukum, bahwa surat jaminan yang diberikan pihak Inspektorat atau barang ataupun benda yang dijadikan jaminan untuk pengembalian kerugian negara dan sampai saat ini belum dilakukan secara tunai, bahwa dimana proses pengembalian itu harus dilakukan selama bertahun tahun,” tantang Tomi.

Hingga berita diterbitkan, awak media ini belum mendapatkan konfirmasi atau tanggapan dari Inspektorat.

Untuk diketahui, sekira tiga bulan lalu, Tomi Fahmi dan rekannya Irman telah memasukan aduan/laporan ke Polres Buton terhadap hasil temuan BPK RI perwakilan Sulawesi Tenggara pada proyek jalan yang menghubungkan Desa Mantowu, Kecamatan Pasarwajo dan Desa Lawele, Kecamatan Kapontori.

Sebagai informasi tambahan, pembangunan jalan yang telah menghabiskan anggaran puluhan miliar yang bersumber dari dana pinjaman daerah tersebut hingga kini belum selesai dikerjakan atau mangkrak. Akibatnya, jalan belum termanfaatkan. (Adm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *