TERAWANGNEWS.com, BUTON – Pemerintah Daerah (Pemda) Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra) diduga telah melanggar ketentuan yang berlaku, diantaranya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Dugaan pelanggaran itu terjadi lantaran, hingga saat ini Pemda Buton belum atau tidak menyampaikan laporan realisasi anggaran semester pertama dan prognosis untuk enam bulan berikutnya.
Hal ini mencuat di WA group. Dimana, salah satu anggota group memosting yang pada intinya, ada dugaan Pemda Buton tidak menjalankan kewajibannya dalam hal pelaporan realisasi anggaran tersebut.
Ia mengatakan, sesuai ketentuan yang ada, khususnya pada Pasal 160 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menyatakan bahwa pemerintah daerah wajib menyusun laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis 6 (enam) bulan berikutnya, dan disampaikan kepada DPRD paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran yang bersangkutan.
“Pembahasan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tanpa adanya pembahasan awal terhadap laporan prognosis adalah sebuah prosedur yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” katanya, Rabu (13/8/2025) sore.
Lanjut dikatakan, laporan prognosis memiliki peran krusial dan menjadi dasar utama dalam proses perubahan APBD.
Berikut adalah poin-poin penting terkait hal itu:
1. Peran Laporan Prognosis sebagai Dasar Hukum
Laporan realisasi semester pertama APBD beserta prognosis 6 (enam) bulan berikutnya, yang disampaikan kepada DPRD paling lambat akhir Juli, merupakan landasan yuridis bagi pemerintah daerah untuk mengajukan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD.
Perubahan APBD dilakukan berdasarkan evaluasi terhadap capaian realisasi anggaran semester pertama dan perkiraan (prognosis) untuk sisa tahun anggaran. Tanpa laporan ini, tidak ada data resmi yang dapat digunakan untuk justifikasi perubahan anggaran, baik itu penyesuaian pendapatan, belanja, maupun pembiayaan.
2. Prosedur yang Tidak Sah
Secara prosedur, pemerintah daerah dan DPRD tidak dapat membahas rancangan perubahan APBD jika belum ada laporan prognosis yang diserahkan dan dibahas. Proses yang benar adalah:
* Penyampaian laporan prognosis oleh Kepala Daerah kepada DPRD.
* Pembahasan laporan prognosis di internal DPRD.
* Penyusunan dan pengajuan rancangan perubahan APBD yang didasarkan pada laporan prognosis tersebut.
* Pembahasan rancangan perubahan APBD antara pemerintah daerah dan DPRD.
Melompati tahapan ini dapat mengakibatkan pembahasan perubahan APBD menjadi cacat prosedur.
3. Konsekuensi Hukum dan Administratif
Jika pembahasan perubahan APBD dilakukan tanpa laporan prognosis, ada beberapa konsekuensi yang dapat timbul:
* Pembatalan oleh Otoritas Lebih Tinggi: Proses yang tidak sesuai prosedur dapat menjadi alasan bagi pemerintah yang lebih tinggi (Gubernur untuk APBD kabupaten/kota atau Kementerian Dalam Negeri untuk APBD provinsi) untuk membatalkan hasil perubahan APBD yang telah disepakati.
* Risiko Penggunaan Anggaran: Perubahan APBD yang disahkan tanpa dasar yang jelas dapat berisiko menyebabkan inefisiensi, ketidaksesuaian dengan target, atau bahkan potensi masalah hukum terkait penggunaan anggaran yang tidak sesuai prosedur.
Hingga berita ini diterbitkan, Terawangnews.com masih terus berupaya mendapatkan konfirmasi atau tanggapan dari Pemda maupun DPRD Buton.
Sebagai tambahan informasi, yang dikutip dari Meta AI, Pemda bisa terkena pelanggaran sistem pengendalian internal jika tidak melaporkan hasil realisasi anggaran semester pertama dan prognosis untuk 6 bulan berikutnya ke DPRD.
Pelanggaran ini dapat terjadi karena sistem pengendalian internal yang lemah dalam beberapa aspek, seperti:
*Kurangnya Pengawasan: Tidak adanya pengawasan yang efektif dari DPRD dan internal Pemda dapat menyebabkan tidak terlaksananya pelaporan hasil realisasi anggaran semester pertama dan prognosis.
*Kurangnya Akuntabilitas: Pemda mungkin tidak memiliki mekanisme akuntabilitas yang efektif untuk memastikan bahwa laporan hasil realisasi anggaran semester pertama dan prognosis disampaikan tepat waktu.
*Kurangnya Pengendalian: Sistem pengendalian internal yang lemah dapat menyebabkan tidak terlaksananya prosedur pelaporan hasil realisasi anggaran semester pertama dan prognosis.
Pelanggaran sistem pengendalian internal ini dapat berdampak pada:
*Keterlambatan Pengambilan Keputusan: Keterlambatan dalam pengambilan keputusan dapat terjadi karena tidak adanya informasi yang akurat dan tepat waktu tentang realisasi anggaran semester pertama dan prognosis.
*Inefisiensi Anggaran: Inefisiensi anggaran dapat terjadi karena tidak adanya pengawasan dan pengendalian yang efektif terhadap pelaksanaan anggaran.
*Kerusakan Reputasi: Kerusakan reputasi Pemda dapat terjadi karena tidak mematuhi peraturan dan prosedur yang berlaku. (Adm)