Hukrim  

Nama Bupati Buton Ikut “Diseret” Dalam Dugaan Kasus Korupsi Belanja BBM pada Kantor Penghubung Sultra

TERAWANGNEWS.com, BUTON – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Ali Mazi, Bupati Buton yang juga anak Ali Mazi, Alvin Akawijaya; dan Sekretaris Daerah (Sekda) Sulawesi Tenggara (Sultra), Asrun Lio, ikut disebut dalam dugaan korupsi belanja bahan bakar minyak (BBM) dan pelumas pada kantor badan penghubung di Jakarta.

Hal itu disampaikan Tim Kuasa Hukum Wa Ode Kanufia Diki (WKD), tersangka dugaan korupsi BBM dan pelumas pada Kantor Badan Penghubung Sultra di Jakarta. Ketua Tim Kuasa Hukum Wa Ode Kanufia Diki, Aqidatul Awwami, menegaskan kliennya tidak pernah menikmati uang korupsi sebagaimana dituduhkan penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra. Ia memastikan tidak ada uang yang masuk ke rekening Kanufia, baik dalam bentuk tunai maupun transfer.

“Tidak dinikmati Ibu WKD. Tidak ditemukan dalam bentuk barang. Tidak ada aliran ke rekening. Tidak ada indikasi pencucian uang,” tegas Aqidatul, Selasa (28/10/2025) malam.

Menurutnya, anggaran yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sultra tahun 2023 justru digunakan untuk kepentingan pribadi sejumlah pejabat, termasuk mantan Gubernur Sultra Ali Mazi, Alvin Akawijaya, dan Asrun Lio. Ia menyebut dana tersebut dipakai untuk berbagai kebutuhan rumah tangga keluarga Ali Mazi di Jakarta, seperti pembayaran listrik, belanja kebutuhan pribadi anaknya, perbaikan mainan, hingga gaji asisten rumah tangga.

“Misalnya anak bungsu Pak Ali Mazi sekali belanja di Indomaret bisa Rp10 juta sampai Rp20 juta. Untuk antar jemput dan mobil yang digunakan juga diatur langsung mereka. Biayanya diambil dari anggaran itu,” ujarnya.

Praktik serupa juga terjadi pada pejabat lain. Ia menuding Asrun Lio turut menggunakan dana tersebut untuk keperluan pribadi, termasuk membiayai acara ulang tahunnya.

Aqidatul juga mengungkapkan perbedaan pola penggunaan anggaran setelah Kanufia digantikan Yusra Yuliana Basra (YYB) pada Maret 2023 sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Kantor Penghubung Sultra. Menurutnya, pada masa Yusra, modus operandi berbeda. Ada penggunaan rekening penampung atas nama Ridho dengan dalih untuk pengadaan BBM dan pelumas.

“Dugaan penyimpangan yang berkaitan dengan rekening penampung itu terjadi setelah masa jabatan klien kami berakhir,” kata Aqidatul.

Ia juga menyinggung kejanggalan administrasi pada awal 2023. Di mana beberapa dokumen tidak lagi ditandatangani Kanufia meskipun secara resmi masih menjabat hingga Maret 2023. Aqidatul mengungkapkan salah satu alasan Kanufia diberhentikan dari jabatannya, karena menolak untuk terus menandatangani dokumen pertanggungjawaban yang dianggap tidak sesuai aturan.

“Klien kami sudah tidak mau mempertanggungjawabkan sesuatu yang tidak benar. Karena itu dia diganti,” katanya.

Kanufia bahkan sempat meminta saran kepada Asrun Lio mengenai cara mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran di luar ketentuan. Namun, respons yang diterima justru tidak solutif.

“Pak Sekda Sultra hanya bilang, ‘pintar-pintarlah kalian’. Artinya mereka sadar ada penggunaan dana di luar prosedur,” tambahnya.

Atas dasar itu, pihak kuasa hukum mendesak Kejati Sultra agar turut memeriksa Ali Mazi untuk menelusuri aliran dana temuan BPK Perwakilan Sultra.

“Kami berharap Kejati Sultra juga memeriksa nama-nama yang disebut agar jelas siapa sebenarnya yang menikmati dana tersebut,” tegasnya.

Anggota Tim Kuasa Hukum Wa Ode Kanufia Diki, Jusmang Jalil, menambahkan keterangan terkait dugaan adanya titipan anggaran oleh Ali Mazi dalam pagu Kantor Penghubung Sultra di Jakarta sejak 2020.

Menurutnya, dua bulan setelah dilantik menjadi Kepala Kantor Penghubung Sultra, Kanufia dipanggil Ali Mazi ke Rumah Jabatan Gubernur Sultra di Kendari. Dalam pertemuan yang juga dihadiri mantan Kepala BPKAD Sultra, Isma, dan Kepala Bappeda Sultra Robert, Ali Mazi disebut meminta agar anggaran tambahan sebesar Rp3 miliar dimasukkan ke dalam pagu Kantor Penghubung Sultra.

“Permintaan itu murni inisiatif Gubernur Sultra. Jumlah pagu yang semula sekitar Rp1,3 miliar menjadi total Rp4,3 miliar,” kata Jusmang.

Dana tambahan itu diduga tidak pernah melalui pembahasan di DPRD Sultra dan digunakan untuk membiayai kebutuhan pribadi.

“Kalau ini diusut sejak tahun 2020, kerugian negara seharusnya lebih besar. Namun, BPK tidak menemukan temuan apa pun pada 2020 – 2022,” ujarnya.

Hingga berita ini diterbitkan, terawangnews.com, masih berupaya mendapatkan konfirmasi dari Bupati Buton, Alvin Akawijaya Putra. (Adm).

Sumber: Kendariinfo.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *