Mengejutkan, Rafiun Bilang Begini Soal Penyerahan Aset Buton, Diantaranya Nama Kota Baubau Diubah Jadi Kota Buton

TERAWANGNEWS.COM, Buton – Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Buton, La Ode Rafiun juga akhirnya angkat bicara soal polemik penyerahan aset Buton yang berada di Kota Baubau ke Pemerintah Kota (Pemkot) Baubau, Sulawesi Tenggara.

Menurut Rafiun, ada dua hal yang harus dilakukan jika penyerahan aset itu mengacu pada Permendagri atau Korsupgah Komisi Pemberantasan Koruspi (KPK) RI.

Jika mengacu pada Permendagri, maka harus melalui persetujuan DPRD. Namun, kalau acuannya surat Korsupgah, mestinya juga harus ada tembusan ke Dewan, sehingga bisa diketahui, agar pihaknya bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat terkait proses penyerahan aset tersebut.

“Penyerahan itu dia kengacu pada Permendagri atau mengacu pada surat Korsupgah KPK. Kalau mengacu pada Permendagri maka harus melalui persetujuan DPRD. Kalau melalui surat dari Korsupgah KPK maka tembuskan juga supaya kita tahu dan bisa kita berikan pencerahan di masyarakat Buton,” kata Rafiun kepada terawangnews.com melalui WhatsAppnya, Sabtu (16/1/2021) pagi sekira pukul 08.36 WITA.

Lanjut Ketua PAN Buton ini mengatakan, kalaupun yang ditandatangani Bupati Buton, La Bakry pada tanggal 21 Agustus 2019 di Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) lalu itu sudah diserahkan. Pertanyaannya adalah, penyerahannya dalam bentuk apa, apakah hibah, pinjam pakai atau rislah?

“Kalaupun yang ditandatangani oleh Bupati tertanggal 21 Agustus 2019 di Kantor Gubernur itu sudah diserahkan, sekarang saya tanya. Penyerahannya dalam bentuk apa, coba tanya Pak Roni Muhtar, apa penyerahannya dalam bentuk hibah atau pinjam pakai atau rislah, itu harus jelas,” ujarnya.

Kata dia, penyerahan aset diatas Rp5 miliar harus mendapat persetujuan DPRD. Apakah Permendagri Nomor 42 tahun 2001 sebagai turunan UU Nomor 13 tahun 2001 masuk sebagai pertimbangan dari bagian yang telah ditandatangani Bupati, termaksud Permendagri Nomor 19 tahun 2016?

“Kalau itu masuk bagian dari landasan hukumnya maka penyerahan itu bisa dikatakan cacat prosedur, dan kalau sudah cacat prosedur apakah bisa dikatakan penyerahan itu telah mendapat legitimasi dari rakyat Kabupaten Buton atau tidak? Kalau seperti itu apakah bisa dijadikan acuan sebagai keabsahan dari penyerahan itu?,” bebernya.

Jika demikian tambah Rafiun, apakah dengan adanya aset Kabupaten Buton di Kota Baubau bertentangan dengan undang-undang?  Ini yang harus dipahami.

“Karena yang harus dipahami bahwa Kota Baubau beda dengan kabupaten lain, dimana Kota Baubau hanyalah peningkatan status  dari Ibukota Kabupaten Buton menjadi kotif Baubau dan selanjutnya ditingkatkan statusnya sebagai Kota Madya. Andai namanya dulu Kota Buton, mungkin tidak akan sependek ini cakrawala kita berpikir,” jelasnya.

“Tapi karena dijadikan sebagai Kota Baubau, sehingga orang merasa bahwa tidak ada lagi sejarah Buton dalam konteks keterkaitannya dengan Kota Baubau. Mungkin saja ada anggapan orang awam seperti itu, makanya saran saya nama Kota Baubau ditinjau kembali untuk menjadi Kota Buton agar kejayaan Buton dimasa lampau bisa dikembalikan,” tutup Rafiun.

Terkait itu, Sekda Kota Baubau, Roni Muhtar belum mau berkomentar banyak.

“Nda usah tanya saya, kan kemarin ada kesepakatan, saya tidak mau berkomentar, yang pastih bahwa, pertama saya belum membaca pernytaannya Pak Rafiun itu, kan tidak mungkin saya berkomentar tentang sesuatu yang belum saya tahu, nantilah kita ketemu-ketemu,” singkat Roni saat dihubungi melalui sambungan teleponnya, Sabtu (16/1/2021) sekira pukul 10.46 WITA.

(al) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *