TERAWANGNEWS.COM, Buton – Diduga melakukan penyelewengan dana keserasian sosial untuk pembangunan Masjid, Sekretaris Desa (Sekdes) Hendea, Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton Selatan, Sulawesi Tenggara, La Dapira dilaporkan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Buton melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) oleh La Maji, masyarakat desa setempat didampingi Kuasa Hukumnya, Sumiadin SH, Jumat (26/2/2021).
Menurut La Maji, anggaran pembangunan Masjid tersebut bersumber dari bantuan dana keserasian dari Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI) tahun anggaran 2019 sebesar Rp150 juta. Namun, pada pelaksanaannya ia menduga ada dugaan penyelewangan dana yang dilakukan oleh La Dapira yang sekaligus sebagai Ketua Panitia Pembangunan Masjid.
“Kalo kita lihat di RAB (Rencana Anggaran Biaya-red) ini tidak sesuai dengan fakta di lapangan, contoh kayu balok kelas 2 di RAB 10 kubik, tapi faktanya ini bisa kita hitung dengan jari, kemudian kerikil 30 kubik, faktanya kalo dia cor saja hanya 30 centi meter kenapa dia makan sampe 30 kubik, semen 200 sak, tapi semua tidak sesuai, tehel 150 dos 60×60, tapi di lantai atas itu tidak ada,” kata La Maji didampingi Kuasa Hukumnya dan beberapa warga Desa Hendea usai memasukan laporan di Kejari Buton.
Indikasi penyelewengan itu juga lanjut La Maji, diperkuat dengan adanya percakapan Sekdes Hendea di salah satu Group Facebook, bahwa dari total dana pembangunan Masjid, sebesar Rp100 juta digunakan untuk pembangunan fisik, sementara Rp50 jutanya untuk uang ‘pelicin’.
“Diduga ada percakapan Sekdes dengan dinas terkait, 100 juta untuk fisik, 50 juta untuk uang pelicin ke dinas terkait. Ini kita mampu buktikan dengan adanya hasil screenshot percakapan Sekdes di Group Facebook itu,” bebernya.
Di dalam pengaduannya itu, ia tidak hanya melaporkan soal dugaan penyelewengan dana pembangunan Masjid. Tapi, dengan indikasi korupsi dana desa terkait pembangunan lapangan futsal tahun 2020.
“Kemudian terkait dana desa tahun 2020, pembuatan lapangan futsal antara papan proyek di lapangan dengan laporan penggunaan dana desa tahun 2020 itu berbeda,” ungkapnya.
Katanya, yang paling fatal adalah laporan pembuatan lapangan futsal itu tidak dimasukan dalam data pelaporan Kemendes tahun 2020. Namun, oleh Pemerintah Desa Hendea tetap menganggarkan pembuatan lapangan futsal tersebut.
“Dan yang fatal laporan itu tidak dimasukan dalam data Kemendes di tahun 2020, tidak ada anggaran pembuatan futsal, mereka adakan, itu kita cek disitus Kemendes.
Kemudian fungsi dan tanggungjawab BPD (Badan Permusyawaratan Desa-red) tidak jalan sama sekali karena fungsi pengawasannya tidak ada, terkesan tertutup sehingga rapat evaluasi tahunan itu tidak pernah dilakukan,” jelasnya.
Di tempat yang sama, Kuasa Hukum La Maji, Sumiadin SH menegaskan bahwa, laporan atau aduan yang dimasukan di Kejari Buton yaitu terkait dugaan penyelewengan dana keserasian sosial untuk pembangunan Masjid tahun 2019 dan dana desa tahun 2020 untuk pembuatan lapangan futsal.
“Kenapa ini kami lakukan, supaya ada kejelasan dan proses hukum selanjutnya karena ini akan jadi preseden buruk pembanguan di kawasan Kejaksaan sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang,” kata Sumiadin yang merupakan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kepulauan Berkeadilan ini.
Menurut Sumiadin, antara RAB dan kenyataan di lapangan sangat jauh menyimpang, sehingga diduga ada pembelanjaan fiktif yang dilakukan oleh Ketua Panitia Pembanguan Masjid.
“Kemudian dana desa ada hal-hal yang dipandang sangat ganjal, sehingga dengan laporan ini akan menjadi pintu masuk untuk mengungkap kejahatan-kejahatan lainnya, tidak hanya kasus itu, apalagi dilihat dari tingkat gaya hidup pejabat yang dimaksudkan dengan kemewahan yang dimiliki, dan kita harapkan Kejaksaan dapat mengungkap hal ini,” harapnya.
Menanggapi hal itu, Sekdes Hendea, La Dapira dengan tegas membantah semua tuduhan terhadap dirinya.
“Itu tidak benar, uang 100 juta itu untuk pembangunan fisik dan itu sama secara nasional dari Sabang sampai Merauke, 50 jutanya untuk operasional, jadi totalnya 150 juta,” katanya melalui sambungan telepon.
Menurut dia, RAB yang dipegang oleh pelapor atau pengadu merupakan RAB tahun 2018. Sementara di tahun 2018 itu batal karena Kemensos mengalihkan dana pembangunan Masjid tersebut untuk korban bencana alam di Palu, Sulawesi Tengah.
“RAB yang mereka bawa itu RAB 2018, sementara di 2018 itu batal karena adanya gempa Palu, anggarannya dialihkan di Palu oleh Kementerian Sosial, nanti di 2019 baru kita ajukan lagi, dan pekerjaan Masjid itu sudah selesai, sudah plester, sudah atap,” ungkapnya.
Begitu juga dengan pembuatan lapangan foot sal. Menurutnya, sudah sesuai dengan RAB yang ada.
“Mereka tidak paham yang begitu, memang di RAB pertama itu sampe plur, tapi karena adanya Covid makanya dialihkan ke BLT, jadi di RAB yang baru sudah tidak pake plur, dan itu sudah selesai kita kerjakan, dan itu kita laporkan ke Kemendes,” jelasnya.
Hingga berita ini dinaikan, Ketua BPD Hendea, Isran Juhuli belum dapat dikonfirmasi. Ketika dihubungi melalui sambungan teleponnya tidak diangkat.
Sebagai tambahan informasi, pembangunan Masjid yang bersumber dari dana bantuan keserasian sosial tersebut dibuatkan untuk lantai dua Masjid. Sementara lantai satunya sudah lebih dahulu dikerjakan melalui swadaya masyarakat desa setempat.
(al)