Bakal Bentuk Tim Satgas Mafia Tanah-Pelabuhan, Kajari Buton Juga Sebut Mafia Pertambangan

TERAWANGNEWS.com, Buton – Kejaksaan Negeri (Kejari) Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra) bakal membentuk Tim Satuan Tugas (Satgas) mafia tanah dan mafia pelabuhan.

Hal itu sebagai tindaklanjut dari Instruksi Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada para Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) dan Kepala Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia.

“Namanya Satuan Tugas, pasti butuh personel. Memang sudah mendapat edaran (Pembentukan Tim Satgas-red). Namun secara bertahap Kejati Sultra sudah terbentuk,” kata Kajari Buton, Ledrik V.M Takaendang didamping Kasi Intel, Karimudin kepada sejumlah awak media di ruang kerjanya, Jum’at (18/2/2022).

Walaupun di tingkat Kejari Buton belum terbentuk karena keterbatasan personel lanjut Ledrik. Namun, pihaknya tetap bekerja untuk melaksanakan instruksi memberantas mafia tanah dan pelabuhan.

“Kami tetap bekerja, perintah pimpinan itu peringatan buat kita, jangan sampai membiarkan,” ujarnya.

Katanya, permasalahan terjadi bukan hanya terkait mafia tanah namun yang lebih marak juga mafia pertambangan.

“Bukan hanya mafia tanah bahkan ada juga terkait mafia pertambangan,” sebut Ledrik.

Pembentukan Tim Satgas mafia tanah dan mafia pelabuhan jelas Ledrik, merupakan bentuk kebijakan mengawal investasi nasional diantaranya pengembangan kawasan pertambangan di Kabupaten Buton.

“Kasus di Lawele (Kecamatan Lasalimu-red) tidak boleh kita langsung justifikasi, karena di dalamnya adalah investasi, satu sisi kita bicara mafia tanah dan di sisi lain tidak boleh menghalangi investasi,” jelasnya.

Dasar pembentukan Tim Satgas tambah Ledrik, karena pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk mengurus pertambangan sebagaimana Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Hal ini menjadi alasan sering terjadinya benturan antara pemerintah daerah dan para pengusaha pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).

“Karena semua dari pusat, sementara kewenangan daerah untuk pertambangan tidak ada. Ya, kalau dia (Pemda-red) keras, berarti berbenturan dengan pusat,” bebernya.

Dengan keterbatasan kewenangan pemerintah daerah, maka Pemda diharapkan dalam mengambil keputusan harus mengedepankan langkah persuasif berdasarkan kearifan lokal untuk kepentingan semua pihak apalagi kepentingan nasional.

Penulis: La Ode Ali

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *