Hukrim  

DLH Sebut Penambangan Pasir Ilegal Perparah Abrasi di Pesisir Pantai Buton

TERAWANGNEWS.com, Buton – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra) sebut abrasi di sejumlah pesisir pantai di wilayah Kabupaten Buton sudah terjadi sekira 40 tahun lalu.

“Sebetulnya abrasi bukan baru-baru ini terjadi, abrasi sebetulnya sudah lama terjadi sejak 40 tahun lalu kalo nda salah itu menurut informasi karena memang kami pernah survei data kemarin,” kata Kepala Bidang Penataan dan Penataan Perlindungan, Pengelolaan Lingkungan Hidup (P2PPLH) DLH Kabupaten Buton, Wahid Ode melalui WhatsApp, Selasa (22/2/2022).

“Jadi sebelum Kabupaten Buton itu pindah waktu itu dari wilayah hari itu kota jadi kabupaten,” sambungnya.

Sebetulnya lanjut Wahid, pergeseran itu secara alamiah dimungkinkan terjadi. Namun, diperparah dengan adanya pengambilan pasir secara ilegal.

Dan jika dirata-ratakan, maka terjadi pergeseran dari garis pantai itu sekira 30 meter ke arah laut.

“Dan ada beberapa batang kelapa yang kita drone, malah ada dronenya di saya itu jauh ke arah laut, ada yang sampe 80 ke arah laut, ada yang 20, ada yang 40, jadi rata-ratanya itu sekitar 30 batas pergeseran garis pantai,” sebutnya.

Begitu juga ketika dilihat dari peta garis pantai kabupaten, tidak sama lagi dengan kondisi garis pantai saat ini atau sudah mundur ke arah darat.

“Artinya terjadi abrasi dan memang diperparah dengan penambangan yang ilegal,” ungkapnya.

Pengambilan pasir sebenarnya dimungkinkan tambah Wahid, namun bukan di pinggir pantai. Dan bukan penambangan tapi tukar guling.

Jadi material yang diambil untuk meratakan, kemudian diganti dengan material lain karena mungkin material yang dibawahnya itu masih bernilai ekonomis ketika kemudian diganti dengan material timbunan.

“Aturan dari lingkungan hidup dimungkinkan sebenarnya mengambil pasir tapi bukan di pinggir pantai, bukan yang ada di air pasang dari 0 garis pantai tapi ke arah darat, jadi dia harus hindari lautnya itu kurang lebih 20 sampe 50 meter dari pinggir pantai mengambil menggali. Tapi bukan penambangan juga sebenarnya namanya tapi tukar guling,” bebernya.

“Jadi dia ngambil material untuk meratakan, kemudian diganti dengan material lain karena mungkin material yang dibawahnya itu masih bernilai ekonomis ketika kemudian diganti dengan tanah timbunan. Tetapi ada mekanisme, ada izin, ada proses dan seterusnya yang harus mereka lewati,” katanya lagi.

Namun, jika penambangan pasir dengan cara menyedot seperti yang terjadi di beberapa titik, izimnya harus ke provinsi, karena dari titik nol sampai 12 mil ke arah lepas pantai adalah kewenangan provinsi.

“Kalo yang di pinggir pantai yang seperti dilakukan dengan penyedotan di beberapa tempat harus izinnya di provinsi karena nol sampe 12 mil ke arah lepas pantai itu adalah kewenangan provinsi,” jelasnya.

Terkait itu, pihaknya masih kata Wahid, sebelumnya sudah mengingatkan dan mensosialisasikan tentang rawannya abrasi akibat penambangan pasir ilegal.

“Jadi lingkungan hidup sudah jauh-jauh hari mengingatkan, dan itu berulang-ulang, baik kepada pemdesnya, kelurahan, kami sosialisasi tentang permasalahan rawannya wilayah kita dari abrasi. Tapi memang dibutuhkan pastisipasi semua pihak mengenai ini,” tutupnya.

Penulis: La Ode Ali

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *