Hukrim  

Meski Tak Libatkan Saksi Ahli untuk Hitung Kerugian Negara, Jaksa Optimis Dua Direktur PDAM Buteng dan Busel Akan Diputus Bersalah

TERAWANGNEWS.com, Buton – Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Buton telah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyertaan modal PDAM Oeno Lia, Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Sulawesi Tenggara (Sultra) tahun anggaran 2020.

Dua tersangka tersebut yaitu Direktur PDAM Buteng inisial M dan Pj Direktur Buton Selatan (Busel) inisial TT.

Dalam kasus itu, penyidik lebih dahulu menetapkan Direktur PDAM Buteng sebagai tersangka, kemudian Pj Direktur PDAM Busel.

Pada perkara tersebut, tersangka M telah mengembalikan kerugian negara sebesar Rp3,27 miliar yang dilakukan secara bertahap. Sama halnya dengan tersangka TT, juga telah mengembalikan kerugian negara sebesar Rp200 juta dan masih tersisa Rp100 juta lagi.

Tersangka TT diduga kuat juga ikut menikmati uang hasil dugaan korupsi dalam kegiatan pembangunan air bersih dan pengadaan sambungan rumah (SR) yang bersumber dari dana penyertaan modal Kabupaten Buteng tahun anggaran 2020. TT kebagian uang hasil dugaan korupsi sebesar Rp300 juta.

Terkait itu, Kajari Buton, Ledrik Victor Mesak Takaendengan melalui Kasi Intel, Azer J Orno mengatakan, penetapan kedua tersangka dalam kasus tersebut sudah sesuai ketentuan yang berlaku.

“Terhadap dua tersangka yang sudah ditetapkan itu penyidik bekerja secara profesional, kita obyektif dalam menilai semua alat bukti,” kata Kasi Intel ditemui di kantornya, Selasa (31/5/2022) sore.

Hingga saat ini lanjut Kasi Intel, pihaknya sementara merampungkan keterangan-keterangan saksi guna kepentingan pemberkasan.

“Sampai dengan saat ini penyidik sementara merampungkan keterangan-keterangan saksi untuk melakukan pemberkasan karena penanganan perkara tidak boleh lambat, kita harus cepat sehingga terhindar dari kepentingan-kepentingan lain yang dapat mengganggu jalanya proses penyidikan,” ujarnya.

“Kemudian kita akan berkoodinasi untuk segera merampungkan berkas ini dan dalam waktu dekat ini mungkin bulan depan (Juni-red) kita sudah proses ke pengadilan,” sambungnya.

Mengenai perhitungan kerugian negara kata Kasi Intel, tidak mesti selalu melibatkan saksi ahli. Sebab, jaksa dan penuntut umum dapat menentukan besar kerugian negara sepanjang perbuatan tersebut secara nyata telah ada kerugian negara sebagaimana termaktub dalam Pasal 32 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.

Kemudian kewenangan tersebut masih kata Kasi Intel, telah diperkuat dengan kesepakatan penegak hukum dan instansi terkait (BPK RI, BPKP, Aparat Pengawasan Internal) dalam rapat koordinasi Criminal Justice System tanggal 27-28 September 2011.

Dalam kesepakatan tersebut bahwa aparat penegak hukum dan instansi terkait tidak mempermasalahkan siapa yang menghitung kerugian negara selama keyakinan hakim terpenuhi. Mereka dapat menerima perhitungan kerugian keuangan negara terlepas ada atau tidaknya perhitungan BPK RI atau BPKP.

Namun melibatkan saksi ahli pun seperti Inspektorat, BPKP, BPK, ataupun Akuntan Publik untuk melakukan perhitungan kerugian negara juga bisa dilakukan.

“Untuk kerugian negara akan kita koordinasikan, mau kita pake Inspektorat boleh, BPKP boleh, BPK boleh, Akuntan Publik boleh, bisa juga tidak karena sesungguhnya yang dapat menghitung kerugian negara bukan hanya auditor tetapi penyidik dapat menentukan besar kerugian negara dan saya punya pengalaman 6 sampe 7 kasus saya hitung sendiri dan terbukti di persidangan,” jelasnya.

Jika nantinya, setelah melibatkan saksi ahli dalam menghitung kerugian negara, dan ternyata jumlah yang ditemukan lebih kecil dari perhitungan penyidik maka hal itu tidak berpengaruh terhadap perhitungan penyidik, semua diserahkan kepada hakim yang akan menilai saat persidangan.

“Lebih kecil contohnya, jaksa akan mempertahankan dia punya perhitungan dan maju sama-sama di pengadilan, nanti hakim menilai, kalo hakim menilai kerugian itu kecil sisanya dikembalikan,” katanya lagi.

Ditanya, bagaimana dengan beberapa kasus korupsi lain yang kemudian dalam perhitungan kerugian negara, terlebih dahulu melibatkan saksi ahli? Azer J Orno mengatakan, itu tergantung kebutuhan. Jika pihaknya merasa secara nyata sudah ada perbuatan korupsi dan jaksa selaku ahli pembuktian dapat membuktikan hal itu, maka tidak perlu melibatkan saksi ahli.

“Kan tergantung kebutuhan, kalo kita merasa secara nyata sudah ada perbuatan korupsi dan kita bisa membuktikan selaku ahli pembuktian dan jaksa selaku ahli pembuktian dan kita yakin sudah terbukti, ya tidak perlu lagi, kalo kita perlu ya kita butuhkan, maka tinggal hakim menilai di persidangan nanti,” ungkapnya.

Untuk itu, Azer J Orno sangat yakin, pihaknya dapat memenangkan perkara tersebut di persidangan nanti.

“Sangat yakin, saya selaku tim penyidik sangat yakin penuntut umum dapat membuktikan perkara ini di persidangan, kita harus optimis, karena sesungguhnya dalam penanganan perkara itu penyidik sudah merangkum semua alat bukti, tidak perlu kuatir dan para pihak sudah mengakui perbuatannya dalam BAP, apa sih yang kita kuatirkan lagi,” pungkasnya.

Penulis: La Ode Ali

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *