TERAWANGNEWS.com, Buton – Soal tahapan anggaran di DPRD Buton dan bahkan seluruh Indonesia itu mempunyai BANMUS (Badan musyawarah) yang mana tugasnya untuk melakukan dan melaksanakan penjadwalan agenda pembahasan APBD Kabupaten Buton, baik itu APBD induk atau reguler maupun APBD Perubahan.
Hal itu diungkapkan Ketua Armada Buton Action, Ihsan kepada media ini melalui keterangan tertulisnya, Selasa (17/1/2023) malam.
Didalam BANMUS tersebut lanjut Ihsan, tentu dihadiri oleh badan kelengkapan DPRD yang terdiri dari pimpinan dan beberapa orang anggota perwakilan dari fraksi yang di tunjuk oleh fraksi masing-masing bersama pihak Eksekutif.
Setelah itu ditentukan penjadwalan BANMUS, kemudian pemasukan dokumen KUA-PPAS, setelah masuk KUA-PPAS dibahaslah banggar bersama Eksekutif yaitu panitia anggaran dalam hal ini BPKAD dan Bappeda, dan yang mewakili bupati, sekda atau asisten.
“Hal itu tentunya harus korum baru bisa dilakukan pembahasan dari banggar, banggar itu terdiri dari usulan fraksi-fraksi yang ditugaskan oleh partainya untuk masuk ke dalam banggar, banggar itu terdiri dari Pimpinan, Sekwan dan anggota DPRD,” jelas Ihsan.
“Setelah pembahasan Banggar itu bersama pihak Eksekutif, dilanjutkan lagi pembahasan Banggar Gabungan Komisi yang terdiri dari beberapa Komisi DPRD bersama pihak Eksekutif, untuk menindaklanjuti dari hasil rapat Banggar bersama pihak Eksekutif. Setelah itu dilanjutkan dengan pandangan umum pemerintah daerah untuk presentase kegiatan program di tahun anggaran itu, setelah itu dilanjutkan lagi dengan pandangan fraksi, pandangan fraksi dimaksud di peripurna termasuk pandangan umum pemerintah daerah,” sambungnya.
“Kemudian jawaban pemerintah daerah terhadap jawaban pandangan umum fraksi, setelah jawaban pemerintah dilanjutkan dengan pandangan akhir fraksi dan pandangan akhir komisi tentang pembahasan APBD tadi,” sambungnya lagi.
Setelah pembahasan pandangan umum masih kata Ihsan, maka dilanjutkan dengan amandemen antara gabungan komisi dengan pihak eksekutif, kemudian dilanjutkan lagi dengan nota kesepakatan antara pemerintah daerah dan legislatif.
“Terakhir adalah penetapan tentang pembahasan APBD Kabupaten Buton. Dan setelah penetapan kemudian berkas penetapan di kirim ke Provinsi Sulawesi Tenggara untuk dikaji dan dievaluasi oleh pemerintah provinsi, hasil dari evaluasi oleh pemerintah propinsi dirapatkan kembali Oleh DPRD Buton dari gabungan komisi bersama pemerintah daerah, seperti itu proses perjalanan tahapannya,” bebernya.
“Nah dari uraian tentang tahapan pembahasan APBD diatas, pertanyaanya dimana dari semua pembahasan tahapan agenda yang di putuskan BANMUS itu Ketua DPRD melaksanakan sendiri? Kan tidak benar, sehingga misi tidak percaya itu dinilai suatu kebohongan publik.
Karena semua tahapan itu sudah berdasarkan pasal 89 ayat (2) di tatip DPRD Buton harus korum bila tidak korum di anggap tidak sah,” tegasnya.
Menyimak pernyataan salah satu Anggota DPRD Buton, Rahman di salah satu media, Ihsan justru menyebut Rahman yang tak paham mengenai tahapan pembahasan anggaran dan kurang profesional dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai Anggota DPRD.
“Yang mana dalam pernyataannya mengatakan bahwa terkesan Ketua DPRD Buton itu melakukan keputusan sendiri di DPRD Buton. Sedangkan sangat jelas regulasinya bahwa ketua itu hanya memimpin di dalam rapat paripurna untuk mengambil sebuah keputusan maupun penetapan yang harus dihadiri oleh Anggota DPRD berdasarkan tata tertib tentang korumnya forum rapat atau tidak korum,” timpalnya.
“Sehingga statement saudara Rahman dan juga Ketua Forum Pemuda Buton saudara Risman Boti sangat tidak beralasan hukum dan sangat tidak rasional dan objektif, dan juga tidak faham terhadap regulasi yang ada di DPRD, karena DPRD itu adalah lembaga resmi yang punya aturan main tentang pembahasan dan pengambilan keputusan yang sifatnya kolektif kolegial,” sambungnya.
Ia pun menduga, munculnya mosi tidak percaya tersebut karena ada keinginan terselubung yang tidak terpenuhi, sehingga langkah yang mereka lakukan adalah dengan sengaja menyalahkan Ketua DPRD Buton.
“Karena sorotan tentang transparansi anggaran oleh 20 anggota DPRD dimaksud telah menunjukan keegoisan Anggota DPRD untuk mementingkan diri sendiri, ironisnya lagi dalam misi tidak percaya tersebut ada oknum beberapa Anggota DPRD Buton yang masa tugasnya dua periode bahkan tiga periode, ko tak faham tentang tahapan dan mekanisme di DPRD Buton, masa nda faham tentang pengelolaan anggaran? Anggaran DPRD Itu dikelola oleh Sekwan bukan Ketua DPRD,” duganya.
Ia pun kembali menduga, bahwa mosi tidak percaya tersebut tidak mewakili masyarakat Buton tapi mewakili diri sendiri.
“Jadi sangat besar dugaan bahwa Anggota DPRD 20 orang dimaksud bukan mewakili aspirasi masyarakat Buton melainkan mewakili kepentingan pribadi masing-masing untuk mendapatkan bagian besar dari pengelolaan APBD Buton. Dan dianggap tidak profesional dalam menjalankan fungsinya, karena bila persoalan misi tidak percaya kepada Ketua DPRD merupakan urusan interen DPRD maka harusnya tidak perlu di publikasikan dibahas saja secara tertutup di ruangan DPRD, bila dipublikasikan maka sudah menjadi hak publik untuk disikapi dan di tanggapi, sehingga keliru bila melarang publik untuk mengeluarkan statement terhadap hal tersebut,” pungkasnya.
Editor: La Ode Ali