TERAWANGNEWS.com, BUTON – Lembaga Pemerhati Hukum Nusantara (LPHN) sebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra) tak memahami maksud yang terkandung dalam PKPU Nomor 10 mengenai kejahatan yang dilakukan berulang sehingga meloloskan mantan napi dalam Pemilu 14 Februari 2024.
Hal itu diungkapkan Luwi Sutaher, S.H salah satu Anggota LPHN melalui rilis yang diterima media ini, Kamis (29/2/2024) dini hari.
“Sangat disayangkan pernyataan Ketua KPUD ini, sepertinya tidak memahami maksud yang terkandung dalam PKPU No 10 Pasal 11 huruf g dan Pasal 12 angka 13 yang menyebut tentang kejahatan yang berulang,” katanya.
“Istilah kejahatan yang berulang yang dimaksud dalam PKPU ini menujuk pada hukum acara pidana disebut dengan istilah residivis, dengan pengertian residivis merujuk kepada kambuhnya perilaku kriminal seseorang. Artinya, perilaku kriminal itu diulang untuk kedua kalinya, atau bahkan dilakukan secara berulang. Hal itu meliputi berbagai akibat, seperti penghukuman kembali, penangkapan kembali, pemenjaraan kembali, dan lainnya,” sambung Luwi Sutaher.
Menurutnya, sikap KPU telah menciderai pelaksanaan Pemilu yang harus dilaksanakan umum, bebas, rahasia, jujur dan adil berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
“Sikap KPUD yang di kontrol Bawaslu telah mencedrai pelaksanaan Pemilu legislatif yang harus dilaksanakan umum, bebas, rahasia, jurdil dalam bingkai NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 45, sehingga Pemilu Legislatif sebagai sarana kedaulatan rakyat memilih Anggota DPRD yang bersih sesuai dgn undang-undang sangat jauh dari harapan,” imbuhnya.
Hal itu tambah Luwi Sutaher, terlihat sejak rekruitmen DCS ke DCT, KPU nampaknya tidak melakukan verifikasi secara faktual terhadap calon yang memenuhi syarat sesuai ketentuan undang-undang yang dirumuskan dalam PKPU Nomor 10 tahun 2023.
“Hal ini sangat nampak sejak rekruiment DCS ke DCT dari partai politik, KPU kelihatannya tidak melakukan verifikasi faktual untuk meneliti calon yang memenuhi syarat sesuai ketentuan undang-undang yang dirumuskan dalam PKPU No 10 tahun 2023, sehingga kemudian sudah terpilih tidak lagi dipersoalkan,” ungkapnya.
“Saat ini ada calon yang sudah terpilih masih dipertanyakan berbagai kalangan, maka jika benar berarti yang lalai itu adalah lembaga penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU yang kurang faham melaksanakan tugasnya, sementara dana yg di kucurkan oleh pemerintah melalui APBN miliaran rupiah, dan hal ini sangat merugikan partai dan calon yang sudah terpilih,” pungkasnya.
Menanggapi hal itu, Ketua KPU Kabupaten Buton, Rahmatia mengatakan, pihaknya hanya menerima apa yang di upload di Silon oleh calon. Soal kejahatan yang dilakukan berulang oleh calon terkait dengan status hukumnya, KPU tidak masuk ke ranah itu.
“Kita itu menerima apa yang diupload oleh calon di Silon, tentu persyaratan-persyaratan yang dipenuhi itu terkait dia berulang-ulang melakukan kejahatan, kita di KPU nda apa, bagaimana, untuk mengetahui status hukumnya orang tersebut nah itukan yang keluarkan pengadilan,” katanya melalui telepon, Kamis (29/2/2024) pagi.
“Keterangannya Yuliadin itu dia centang tidak berstatus hukum tetapi dokumen yang dia apload adalah dokumennya, dokumen bahwa dia pernah menjalani ini, semua barang buktinya itu ada semua termuat disitu dan disitu tuntutannya dibawah lima tahun,” sambungnya.
Persoalan apakah yang bersangkutan melakukan kejahatan secara berulang. Pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pihak-pihak yang menganggap hal itu salah untuk dibuktikan. Ia pun mempersilahkan kepada mereka untuk menempuh jalur sesuai ketentuan yang berlaku jika KPU dianggap tidak memahami peraturan yang ada.
“Persoalan apakah dia lakukan itu apakah kejahatan dia berulang-ulang, ya silahkanmi kawan-kawan, ya kalo menurut mereka itu dia salah ya dia buktikan dan kalo menurut mereka bahwa pemahaman kami itu salah dia tempuhmi jalur yang sesuai proseduralkan. Nah kami itu konteksnya disitu nah kami sudah selesai karena sudah selesai pencoblosan,” jelas Rahmatia.
“Kenapa kemarin waktu ada tanggapan masyarakat tidak ada yang tanggapi soal itu, nah kalo masyarakat berpendapat dia tidak tahu, nah bagaimana dengan kami di KPU, saya juga kan tidak kenal dekat dengan Yuliadin hanya saya kenal dia orang wagola, persoalan kasus hukumnya dia berulang atau tidak kan kami juga tidak tahu, yang menjadi pembuktian KPU yang diupload melalui Silon tadi, persoalan dia bohong itukan dia kembali ke dirinya. Kami itu memverifikasi dokumen yang di upload di Silon tidak memverifikasi yang tidak di upload di Silon,” pungkasnya.
Penulis: La Ode Ali