TERAWANGNEWS.com, BUTON – Alumni Sekolah Kader Pengawasan Partisipasipatif (SKPP) Bawaslu Tingkat Nasional, Asis Diy mengecam narasi atau pernyataan Ketua KPU Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra), Rahmatia yang menyatakan jika ada pihak yang tidak terima atas keputusan KPU nantinya mengenai hasil Pemilu 14 Februari 2024 terutama mengenai diloloskannya mantan narapinda dalam pencalegkan agar menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Asis Diy, narasi yang dikeluarkan oleh KPU tersebut justru akan menimbulkan masalah atau polemik di tengah-tengah masyarakat, dan hal itu dianggap tidak wajar.
“Saya mengecam narasi Ketua KPU bahwa kalau ada pihak yang tidak terima gugat saja di MK, karna narasi tersebut mengundang permasalahan dan polemik dan kalau saya itu narasi yang tidak wajar di ungkap dipublik yang akhirnya terkesan ada konspirasi dalam persoalan ini,” kata Asis Diy melalui rilis yang diterima media ini, Jumat (1/3/2024).
Lanjut Asis Diy mengatakan, pada PKPU Nomor 10 tahun 2023 Pasal 11 dan 12 menjelaskan bahwa syarat peserta Pemilu tidak pernah dipidana dengan ancaman limat tahun atau lebih atau tidak melakukan pidana berulang. Tetapi, yang terjadi ada beberapa orang yang diduga tidak memenuhi syarat. Namun, masih diloloskan.
“Bahwa PKPU NO 10 Tahun 2023 Pasal II dan 12 mejelaskan bahwa syarat peserta Pemilu tidak pernah dipidana dengan ancaman lima tahun atau lebih atau tidak melakukan pidana berulang tetapi yang terjadi ada beberapa orang yang diduga tidak memenuhi syarat tapi masih tetap diloloskan dan bahkan ada yang sudah menang dalam pemilihan kemarin (berdasarkan penghitungan sementara-red),” ungkapnya.
“Persoalan ini bermula pada ketidak jujuran peserta Pemilu/Caleg pada saat mengajukan berkasnya di KPU hingga terjadi persoalan seperti begini dan persoalan ini Ketua KPU Buton tidak bisa menanggapi miris karna ini bisa juga diduga kelalaian KPU dalam melakukan verifikasi dokumen karna tidak teliti,” sambung Asis Diy.
Masih kata Asis Diy, pernyataan Ketua KPU bahwa, KPU hanya memverifikasi dokumen yang diupload Caleg di Silon, hal itu dianggap tidak begitu akurat. Sebab, aplikasi Silon mungkin hanya mampu mendeteksi jika ada calon yang pernah terpidana dengan ancaman diatas lima tahun atau lebih. Tetapi, bukan untuk terpidana berulang.
“Memang betul kalau ada tanggapan masyarakat baru bisa ditindak lanjuti tapi menurut saya walaupun tidak ada laporan masyarakat KPU harus lebih proaktif dalam melakukan verifikasi agar mencegah pelanggaran secara adimistrasi seperti yang terjadi saat ini,” imbuhnya.
Untuk itu, Asis Diy berharap, KPU Kabupaten Buton lebih teliti dan proaktif lagi dalam melakukan verifikasi pada Pilkada 27 November 2024 mendatang. Sebab, jika itu tidak dilakukan dapat merugikan negara.
“Saya berharap KPU lebih teliti dan proaktif dalam melakukan verifikasi pada Pilkada nanti, karna kalau tidak teliti dan proaktif itu dapat merugikan negara karna jika ada laporan di MK dan terbukti pasti negara yang dirugikan dan ada peserta Pemilu yang di rugikan juga dan kemungkinan akan terjadi pemilihan ulang. Kemudian, KPU juga dalam mengeluarkan statement sebisa mungkin dapat mempertimbangkan kepercayaan publik atas lembaga KPU itu sendiri,” pungkasnya.
Penulis: La Ode Ali