Opini  

Buton: Antara Angka dan Wajah Sejati Pembangunan

Jika angka adalah cermin, Pemda Buton hanya melihat bayang-bayangnya sendiri

Oleh: L.M Almufakhir Idris, S.M., M.M 

TERAWANGNEWS.com, Buton – Kabupaten Buton 2024 tampak rapi di atas kertas. Pertumbuhan ekonomi 3,2 persen, tingkat pengangguran terbuka (TPT) hanya 2,95 persen, dan PDRB per kapita Rp43,41 juta. Namun, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyelipkan kenyataan yang mengganggu: angka kemiskinan justru naik dari 13,27 persen (2022) menjadi 13,99 persen.

Seperti kata filsuf statistik yang tak bernama: angka bisa jujur, tetapi tafsirnya sering menipu. Pemerintah daerah merayakan angka pertumbuhan, tapi di balik itu, ada ribuan rumah tangga yang tetap berjuang mengisi piring mereka setiap hari.

Cermin yang Memantulkan Separuh Wajah

Pembangunan adalah cermin. Ia bisa memantulkan kemajuan, tapi juga bisa menutupi luka. Pemda Buton tampaknya terlalu lama berdiri di depan cermin angka makro—mengagumi pertumbuhan ekonomi dan rendahnya pengangguran—tanpa menoleh pada separuh wajah lain yang penuh kerut kemiskinan.

Mayoritas tenaga kerja masih terjebak di sektor informal berproduktivitas rendah. Sektor unggulan seperti perikanan dan pertanian berputar di lingkaran penjualan mentah, tanpa pengolahan lokal yang berarti. Potensi pariwisata yang kaya sejarah dan budaya pun belum dibingkai menjadi sumber kesejahteraan nyata.

Pusat yang Menggemuk, Pinggiran yang Mengering

Pasarwajo, pusat pemerintahan, memang tumbuh. Tapi Kapontori dan Lasalimu Selatan tertinggal—jalan yang rusak, akses publik terbatas, peluang ekonomi minim. Myrdal menyebutnya backwash effect; saya menyebutnya ketidakadilan yang dibiarkan.

Langkah yang Menjadi Tanggung Jawab Moral

Empat langkah berikut bukan sekadar strategi ekonomi, tapi ujian moral:

1. Hilirisasi perikanan dan pertanian, agar Buton tak sekadar menjadi pemasok bahan mentah dunia.

2. Pemerataan infrastruktur hingga ke pelosok, sebagai bukti bahwa pajak dan anggaran bukan milik ibu kota kabupaten semata.

3. Pelatihan vokasi berbasis pasar agar anak muda punya jalan keluar dari sektor informal.

4. Reformasi birokrasi investasi yang memangkas ritual izin menjadi pintu terbuka bagi peluang.

Mengukur Pembangunan dari Hati

Pembangunan sejati, kata Amartya Sen, adalah memperluas kebebasan manusia untuk hidup sebagaimana ia nilai berharga. Pertumbuhan Buton hari ini belum memenuhi itu. Angka boleh tinggi, tapi jika ia tidak membuat meja makan rakyat lebih penuh, sekolah lebih terjangkau, dan jalan ke desa lebih layak, maka itu hanyalah bayang-bayang kemajuan.

Pemda Buton perlu berani memecahkan cermin statistik dan melihat wajah seutuhnya—termasuk kerut kemiskinan yang tak bisa disembunyikan. Sebab, pembangunan bukan soal menambah angka, tapi menambah martabat hidup manusia. (Adm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *