TERAWANGNEWS.com, BUTON – Semangat peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia tidak hanya terasa di kota-kota besar, tetapi juga menggema hingga ke pelosok desa. Salah satunya di Desa Warinta, Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara yang tahun ini menggelar serangkaian kegiatan 17 Agustus dengan penuh antusias.
Uniknya, kegiatan di desa ini tidak hanya berfokus pada lomba-lomba tradisional, tetapi juga menghadirkan semangat literasi sebagai bagian dari perayaan. Kegiatan ini dilaksanakan selam 3 hari mulai dari tanggal 19 agustus hingga 21 agustus.
Kegiatan ini terlaksana berkat kolaborasi antara panitia lokal, Perpustakaan Desa Warinta, serta dukungan Relawan Literasi Masyarakat (RELIMA) dan komunitas TABE. Semua pihak bersepakat bahwa momen kemerdekaan dapat menjadi wadah untuk memperkuat kebersamaan sekaligus menumbuhkan budaya literasi di tengah masyarakat.
Ketua Panitia Kegiatan, Daniel menjelaskan bahwa, selama pelaksanaan acara, tantangan yang muncul lebih banyak terkait teknis dan keterbatasan sumber daya manusia (SDM).
“Kadang ada kendala karena urusan pribadi dari teman-teman panitia. Namun alhamdulillah, kawan-kawan komunitas dan juga dari perpustakaan cukup kooperatif. Komunikasi terjalin dengan baik meskipun sesekali terjadi miskomunikasi, tetapi bisa diatasi,” ungkapnya seperti rilis yang diterima media ini, Sabtu (23/8/2025) siang.
Daniel menambahkan, pada perayaan kali ini, para anggota terlihat jauh lebih bertanggung jawab.
“Untuk kegiatan 17 Agustus ini, teman-teman sangat aktif menjalankan tugas masing-masing. Ketua panitia juga ikut turun tangan langsung sehingga kegiatan perdana ini bisa berjalan lancar,” jelasnya.
Daniel berharap, kedepan kegiatan serupa dapat semakin melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
“Lomba-lomba tradisional baru kali ini diadakan dan pesertanya masih didominasi anak-anak. Ke depan, kami ingin melibatkan remaja hingga orang tua. Kehadiran orang tua penting untuk memberi teladan bahwa pendidikan dan literasi itu tidak mengenal usia,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya dukungan pemerintah, khususnya dalam menghidupkan kembali perpustakaan desa.
“Di Kabupaten Buton kurang lebih terdapat 83 desa, tetapi belum semuanya memiliki perpustakaan, dan belum semuanya aktif. Kami berharap Pemerintah Daerah lebih memprioritaskan pengembangan perpustakaan agar menjadi pusat literasi yang benar-benar hidup,” tegasnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Perpustakaan Desa Warinta, Astati. Menurutnya, kegiatan literasi di desa cukup terbantu berkat dukungan komunitas.
“Alhamdulillah, ada beberapa teman yang aktif membantu, termasuk dari komunitas TABE yang ikut serta dalam kegiatan ini. Permasalahan utama hanya pada kurang aktifnya sebagian anggota kami. Karena kami hanya berlima, tentu agak berat kalau harus melaksanakan kegiatan sendiri,” kata Astati.
Untuk itu, pihak perpustakaan memilih berkolaborasi agar kegiatan bisa berjalan lancar.
“Kami sering bermusyawarah mencari cara membuat kegiatan sendiri. Namun karena keterbatasan personel, akhirnya kami menggandeng komunitas TABE agar kegiatan tetap terlaksana,” tambahnya.
Astati berharap kegiatan literasi dapat berlanjut dan semakin meningkatkan kesadaran masyarakat.
“Harapan kami ke depan, kegiatan literasi terus berjalan dan masyarakat makin terbuka dengan pentingnya membaca. Kami juga berharap bisa berkolaborasi dengan perpustakaan desa lain agar bisa bertukar pengalaman, masukan, dan saran. Dengan begitu, budaya literasi dapat menggema di seluruh Kabupaten Buton,” ujarnya.
Kegiatan 17 Agustus di Desa Warinta tahun ini bukan hanya sekadar merayakan kemerdekaan dengan lomba, tetapi juga menjadi momentum penting untuk membangun budaya literasi. Kolaborasi antara panitia, perpustakaan desa, komunitas, dan relawan menunjukkan bahwa semangat gotong royong masih hidup dan menjadi kekuatan utama desa.
Dengan dukungan pemerintah dan kesadaran masyarakat, harapan besar terletak pada tumbuhnya perpustakaan desa yang aktif di seluruh Kabupaten Buton. Dari Warinta, semangat ini diharapkan mampu menyebar ke desa-desa lain, menjadikan literasi sebagai napas kebersamaan sekaligus fondasi pembangunan masyarakat. (Adm)