Hukrim  

Bergulir di Pengadilan, Dugaan Kasus Free Proyek Seret Mantan Pj Bupati Buton, Pengacara La Ngkaaba dan Yongki Ajukan Eksepsi

TERAWANGNEWS.com, BUTON – Dugaan kasus free proyek yang menyeret nama mantan Pj Bupati Buton, La Haruna kini memasuki babak baru.

Dalam kasus itu La Ngkaaba dan Yongki sudah ditetapkan tersangka dalam dugaan penipuan dan penggelapan.

Kini persoalan tersebut sementara bergulir di Pengadilan Negeri Pasarwajo dalam perkara pidana No. 168/Pid.B/2025/PN.Psw.

Jaksa Penuntut Umum telah mendakwa keduanya dengan Pasal 378 dan Pasal 372 KUHPidana, terhadap dakwaan JPU, Reg.Perkara No. 48/RP-9/Eku.2/09/2025, Penasehat Hukum La Ngkaaba dan Yongki mengajukan Eksepsi (Nota Keberatan).

Penasehat Hukum La Ngkaaba dan Yongki dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Sulawesi Tenggara Cabang Buton mengungkapkan bahwa, perbuatan yang didakwakan JPU berada diluar jangkauan atau berada di luar jurisdiksi KUHPidana, akan tetapi jurisdiksi Undang-Undang Khusus (Tipikor), Selasa (11/11/2025).

Ketua Tim PH La Ngkaaba dan Yongki, Advokat Hamadi menjelaskan bahwa dalam perkara a quo surat dakwaannya JPU tidak memperhatikan tentang kewenangan relatif dari pengadilan.

Terhadap apa yang telah dilakukan para terdakwa adalah murni merupakan wilayah Hukum Tindak Pidana Khusus/Tipikor antara saksi korban Aqib Ahmad Malik selaku pemberi fee proyek Pemerintah Kabupaten Buton (Fee Komitmen 15%) berupa uang sejumlah Rp 55.000.000,00 (Lima Puluh Lima Juta Rupiah) kepada Ngkaaba dan Yongki selaku pengumpul fee proyek.

“Dimana dalam transaksi tersebut diduga atas perintah dan arahan dari saksi La Haruna selaku Pj Bupati Buton pada waktu itu dengan mengunakan list proyek dimaksud diduga dari Plt. Kadis Pendidikan Kabupaten Buton,” ungkapnya.

“Kemudian atas kesepakatan para pihak yang diketahui sejumlah saksi, artinya perkara a quo adalah kasus suap atau gratifikasi,” katanya lagi.

Sehingga menurut Hamadi, perkara ini berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi dalam hal ini suap atau gratifikasi, sebagaimana ketentuan Pasal 12e dan/atau Pasal 12f dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Maka berlaku asas hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum (Lex Specialis Derogat Legi Generali),” jelasnya.

Hamadi juga menguraikan bahwa penerapan asas ini (Lex Specialis Derogat Legi Generali) di Indonesia didasarkan pada dua pasal utama dalam KUHP, yakni Pasal 63 Ayat (2) KUHP menyatakan “Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu pidana umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan”.

“Pasal ini mengatur jika suatu perbuatan melanggar aturan pidana umum dan aturan pidana khusus sekaligus, hanya aturan pidana khusus yang akan diterapkan bukan pidana umum,” ujarnya.

Lanjut Hamadi mengungkapkan, jika Undang-Undang Khusus telah mengatur suatu tindak pidana secara spesifik, maka Undang-Undang Khusus itulah yang diterapkan.

“Contoh penerapan Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali “Jika ada kasus korupsi, dimana pelaku juga melakukan penipuan dan oenggelapan maka secara umum tindak pidana penipuan dan penggelapan di atur dalam KUHP. Namun, kasus korupsi suap dan gratifikasi diatur secara khusus dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi. Berdasarkan Asas Lex Specialis, Undang-Undang Khusus tentang Korupsi yang akan diterapkan, bukan Pasal penipuan dan penggelapan dalam KUHP, alasannya sangat jelas dan tegas bahwa Tidak Pidana Korupsi lebih spesifik dan sanksinya lebih berat,” terangnya.

Untuk itu, Penasehat Hukum La Ngkaaba dan Yongki berharap agar Majelis Hakim benar-benar mempertimbangkan alasan dan argument hukum yang dikemukakan dalam tanggapan dan keberatan tersebut berdasarkan asas yang sesuai dengan hukum acara  (due process) dan sesuai dengan hukum (due to the law) sehingga dapat membenarkan dan mengabulkan kesimpulan yang kami kemukakan dibawah yaitu:

1. Perbuatan yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum berada diluar jangkauan atau berada di luar jurisdiksi KUHPidana, akan tetapi jurisdiksi Undang-Undang Khusus (Tipikor).

2. Bahwa dakwaan Penuntut Umum terhadap ara terdakwa nengenyampingkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, sebagai undang-undang yang khusus.

3. Sehubungan dengan itu, tindak pidana yang disangkakan dan didakwakan Jaksa Penuntut Umum kepada ara terdakwa tidak dapat diproses dalam semua tingkat pemeriksaan mulai penyidikan, penuntutan, dan peradilan.

4. Akibat hukum yang melekat dalam kasus ini, hak Jaksa Penuntut Umum menuntut para terdakwa dalam perkara ini gugur demi hukum.

Tak hanya itu, Penasehat Hukum La Ngkaaba dan Yongki juga meminta kepada Majelis Hakim untuk menjatuhkan putusan yang menyatakan gugur hak Jaksa Penuntut Umum melakukan penuntutan dalam perkara ini atau demi hukum peristiwa pidana yang didakwakan tidak dapat dituntut.

Sehingga atas dasar alasan-alasan yang dikemukakan dan telah disimpulkan diatas, Penasehat Hukum La Ngkaaba dan Yongki memohon kehadapan Majelis hakim agar dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut dapat menjatuhkan putusan sela dengan amarnya sebagai berikut:

1. Menyatakan Eksepsi/Keberatan Para Terdakwa diterima
2. Menyatakan Pengadilan Negeri Pasarwajo tidak berwenang mengadili   perkara a quo
3. Menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum setidak-tidaknya terhadap Terdakwa Yongki batal demi hukum
4. Atau setidak-tidaknya menyatakan dakwaan Penuntut Umum tidak diterima
5. Membebaskan Para Terdakwa dari segala Dakwaan
6. Memulihkan nama baik Para Terdakwa  pada keadaan semula
7. Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Negara. (Adm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *