Sejumlah Proyek Pembangunan Puskesmas di Buton, Material Tanah Timbunan yang Digunakan Legal atau Ilegal? Ini Kata Kadinkes

TERAWANGNEWS.com, BUTON – Tahun Anggaran 2025 ini, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Buton melalui Dinas Kesehatan sementara melakukan pekerjaan pembangunan sejumlah Puskesmas.

Sejumlah proyek pembangunan Puskesmas itu antara lain pembangunan UPTD Puskesmas Wakaokili, Kumbewaha, Banabungi dan Wolowa.

Menjawab tanda tanya publik mengenai legalitas tanah timbunan yang digunakan dalam proyek tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Buton, Syafaruddin mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan apakah material tanah timbunan yang digunakan legal atau ilegal?

“Saya barusan telepon kontraktornya, saya ambil sampe di Wakaokili dan Banabungi, pada prinsipnya mereka mengambil dari penambangan yang disiapkan dari masyarakat,” kata Syafaruddin, Sabtu (27/9/2025) pagi sekira pukul 08.00 WITA.

“Hanya mereka tidak bisa pastikan apakah legal atau ilegal kecuali kita bertanya langsung ke penyedia tambang galian c itu apakah sudah izin mereka menambang atau belum?,” sambungnya.

Lebih lanjut, Syafaruddin mengatakan, pada prinsipnya kontraktor tidak dalam posisi menanyakan legalitas mengenai material tanah timbunan yang mereka gunakan, karena mereka hanya mengambil dari tambang galian c tersebut.

“Mereka tidak pada posisi tanyakan legal atau ilegal mereka hanya mengambil dari yang tersedia dari tambang galian c itu,” pungkasnya.

Sebagai informasi, berdasarkan UU 4/2009 dan PP 23/2010, komoditas pertambangan dikelompokkan dalam 5 golongan. Yaitu mineral radioaktif antara lain radium, thorium, uranium. Mineral logam berupa emas, tembaga dan lainnya. Mineral bukan logam antara lain intan, bentonit. Kemudian batuan seperti andesit, tanah liat, tanah urug, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, pasir urug. Selanjutnya batubara antara lain batuan aspal, batubara, gambut.

Mengacu pada aturan, revitalisasi eks galian bila dilihat dari undang-undang tersebut, termasuk dalam kategori pertambangan batuan. Selain IUP, pengelola wajib mematuhi ketentuan UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Pelaksanaannya.

Berdasarkan hal diatas, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Yang mana, setiap orang atau pemegang IUP Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara, yang bukan dari pemegang IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. (Adm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *