Polemik Mosi Tidak Percaya kepada Ketua DPRD Buton, Wakil Ketua Bidang Hukum Golkar Angkat Bicara

TERAWANGNEWS.com, Buton – Polemik mengenai mosi tidak percaya oleh 20 Anggota DPRD Kabupaten Buton terhadap Ketua DPRD Buton, Hariasi Salad, S.H ditanggapi oleh Wakil Ketua Bidang Hukum Partai Golkar Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, Adi Kurniawan.

Selaku kader Golkar, Adi Kurniawan mengajak semua pihak agar menyikapi persoalan ini dengan rasional dan berlandaskan mekanisme dan prosedur yang legal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Disini saya sebagai keder, sebagai pengurus partai dan atas nama masyarakat menyikapi persoalan ini mari kita coba sikapi dengan pikiran yang rasional berlandaskan mekanisme dan prosedur yang legal yang sudah ditentukan oleh peraturan perundangan-undangan yang berlaku,” kata Adi Kurniawan kepada sejumlah awak media, Kamis (26/1/2023).

Bicara tentang mekanisme pemberhentian DPRD lanjut Adi Kurniawan, tentunya yang paling tahu dan yang paham yaitu 25 anggota DPRD yang ada sekarang, tetapi ada hal-hal yang mesti diluruskan kaitannya dengan mekanisme pemberhentian itu sebagaimana di atur di PP nomor 12 tahun 2018, tentang pedoman penyusunan tata tertib DPRD provinsi, kabupaten dan kota.

“Lalu kemudian oleh masing-masing DPRD di Kabupaten/kota itu ditindaklanjuti juga dengan yang namanya pembentukan tata tertib DPR, oleh DPRD Kabupaten Buton sudah ada di peraturan DPRD nomor 1 tahun 2019 tentang tata tertib DPRD Kabupaten Buton, di PP nomor 12 tahun 2018 dipasal 36 ayat 2 dan ayat 3 disitu jelas disebutkan. Pertama, yang ayat 2 itu disebutkan pimpinan DPRD Kabupaten itu sebelum berakhir masa jabatannya itu ada 4 hal yang pertama dia meninggal dunia, yang ke 2 dia mengundurkan diri sebagai pimpinan DPRD yang ke 3 itu diberentikan sebagai anggota DPRD berdasarkan peraturan perundangan-undangan, yang ke 4 diberentikan sebagai pimpinan DPRD,” jelasnya.

“Konteks diberhentikan itu dijelaskan dalam ayat 3 nya di PP nomor 12 tadi, disebutkan dalam ayat 3 itu pimpinan DPRD diberhentikan ada 2 hal, di huruf A yang pertama dia melanggar sumpah janji jabatan dan kode etik lalu kemudian diputuskan dalam badan kehormatan, di huruf B nya itu diusulkan oleh partai politik yang bersangkutan, untuk diberentikan selaku pimpinan DPRD,” sambung Adi.

“Konteks kemudian di huruf A nya ini, inilah yang kita ikuti perkembangannya ini, ini yang tidak ditempuh ini di internal, mestinya aduan terhadap dugaan pelanggaran dilakukan oleh anggota ataupun pimpinan DPRD itu harus diproses dulu di badan kehormatan ini, seperti itu dia mekanismenya,” katanya lagi.

Ketika aduan itu masuk di badan kehormatan tambah Adi Kurniawan, menjadi wajib hukumnya badan kehormatan DPRD untuk melakukan verifikasi, mengumpulkan bukti-bukti, melakukan verifikasi terhadap bukti-bukti itu apakah terduga yang melakukan pelanggaran kode etik ini terbukti atau tidak, baru kemudian diambilah keputusan dituangkan dalam surat keputusan badan kehormatan.

“Putusan badan kehormatan ini, ini pun dibawah dulu dirapat paripurna DPR untuk di usulkan pemberhentiannya terhadap pimpinan yang diduga melanggar tadi ini, tapi ini tidak ditempuh sama sekali,” tambah Adi.

“Lagi-lagi saya sebagai pengurus DPD ll dan selaku masyarakat Kabupaten Buton menyayangkan juga hal ini, persoalan mosi tidak percaya lalu kemudian usulan pemberhentian ini kan hal lazim terjadi dan sangat mungkin terjadi yang penting mari kita sedapat mungkin ditempuh dengan koridor-koridor yang legal yang sudah diperbolehkan yang diatur dalam peraturan perundangan-undangan,” sambungnya lagi.

Sebagai negara hukum kata Adi, kita menganut yang namanya asas praduga tak bersalah. Untuk itu, siapapun di republik ini terhadap oknum yang diduga melakukan pelanggaran, mestinya diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri.

“Contoh seburuk-buruknya terdakwa terorisme pun oleh majelis hakim itu diberikan kesempatan juga untuk membela diri sebelum dijatuhkan hukuman apalagi hanya persoalan mosi tidak percaya ini,” terang Adi.

“Mestinya badan kehormatan harus dia tempuh jalur-jalur yang legal, tapi kan kenyataannya tidak ini, tapi lagi-lagi saya selaku masyarakat dan sebagai pengurus DPD ll Partai Golkar tidak berniat untuk menggurui ataupun merasa sok tau dalam konteks ini, tetapi kan mari kita tegak lurus kepada koridor yang legal ini, mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku, tentunya yang tahu lagi-lagi kan anggota DPRD sendiri yang paling tahu ini,” ujarnya.

Di internal Partai Golkar sendiri kata Adi Kurniawan, dalam melaksanakan fungsi sebagai kader dan pengurus partai tentu berpedoman pada aturan internal yang telah ditetapkan oleh Partai Golkar, mulai dari ADRT partai kemudian peraturan berorganisasi, kemudian ada juga dalam Juklak petunjuk pelaksanaan Partai Golkar itu sendiri.

“Nah konteks Pak Ketua (Ketua DPRD Buton, Hariasi Salad, SH-red) yang hari ini mewacanakan diri maju sebagai Calon Bupati dan itu mengatasnamakan dia sebagai Kader Partai Golkar juga tidak ada yang salah dalam konteks ini, yang pertama hak konstitusi setiap warga negara dijamin oleh undang-undang dasar, yang disebutkan bahwa setiap warga negara itu berhak memilih dan dipilih dalam Pemilu,” jelasnya.

“Ini juga di adopsi juga oleh peraturan di internal kami di partai Golkar baik di dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga ataupun di peraturan organisasi dan petunjuk pelaksanaan Partai Golkar itu sendiri, konteks kemudian ada wacana Pak Ketua mau maju sebagai Calon Bupati, dipenjaringan Calon Bupati yang akan diusulkan Partai Golkar itu sendiri itu melalui tahapan yang panjang, tidak serta merta, makanya saya menyimak ada beberapa statement di media oleh beberapa pengurus di DPD ll Partai Golkar, contoh di tanggal 21 kemarin ada pernyataan dari Sekertaris MPG, kemudian ditanggal kemarin ini ada pernyataan juga dari Ketua Bappilu Partai Golkar Kabupaten Buton, yang menyatakan bahwa menurut mereka Pak Ketua ini sudah melanggar hasil keputusan Rakerda dan Musda Partai Golkar, bahwa pada saat itu katanya sudah dituangkan dalam berita acara akan mengusung La Bakry Sebagai Calon Bupati, tapi ini bukan keputusan yang final dan mutlak untuk dilaksanakan, karena berdasarkan hirarki peraturan diinternal Partai Golkar itu sendiri Juklak petunjuk pelaksanaan DPP ini lebih tinggi hirarkinya ini kedudukannya, dari pada hasil Rakerda dan Musda dalam tanda kutip konteks pencalonan ini tadi,” katanya lagi.

Dan persoalan siapa yang akan di dorong sebagai bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati di Buton, ha ini tentu akan kembali ke Partai yang diatur dalam petunjuk pelaksanaan DPP Partai Golkar nomor 3 tahun 2020 tentang penetapan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil walikota untuk seluruh provinsi di Indonesia.

“Itu panjang tahapannya, yang pertama 5 bulan sebelum pendaftaran, KPU membuka pendaftaran Calon Bupati pengurus desa kelurahan itu melakukan penjaringan bakal calon Bupati, pengurus desa kelurahan ini mengusulkan satu nama, lalu kemudian pengurus kecamatan mengusulkannya paling banyak 2 nama dari usulan-usulan tadi yang dilakukan oleh desa kelurahan dan kecamatan, oleh pengurus DPD ll Partai Golkar itu memverifikasi dan mengusulkan paling sedikit 5 nama dan paling banyak 10 nama untuk diusulkan ke DPD l provinsi, DPD I provinsi memverifikasi lagi dari usulan 5 nama paling banyak 10 tadi dikerucutkan lagi paling sedikit 3 dan paling banyak 5 untuk di usulkan ke DPP, setelah tiba di DPP juga dilakukan verifikasi lagi, dari usulan provinsi tadi dikerucutkan menjadi paling sedikit 2 dan paling banyak 3 itupun DPP berdasarkan juklak nomor 3 tadi di berikan ruang, bisa mengusulkan nama diluar usulan provinsi, sepanjang dilihat ada figur lain yang memiliki potensi lebih besar untuk memenangkan pertarungan pilkada diluar daripada penjaringan yang dilakukan oleh provinsi,” beber Adi.

“Baru kemudian dilakukan vit and porpestes oleh DPP lalu kemudian dilakukan survei internal siapa yang paling tinggi popularitas dan elektabilitasnya di masyarakat, sehingga diturunkan rekomendasi siapa yang paling layak untuk dicalonkan sebagai Bupati dan Wakil Bupati, jadi apa yang di katakan di media oleh beberapa pengurus itu keliru, ini mestinya kita baca dulu aturan secara tuntas jangan kita sepotong-sepotong itulah yang kita munculkan di media,” pungkasnya.

Penulis: La Ode Ali

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *