Penyalahguna Narkotika, Kriminal atau Korban?

TERAWANGNEWS.com, PALOPO – Memberantas pengguna narkotika maupun penyalahguna narkotika memang sulit karena sudah mengakar, tetapi hal tersebut bukanlah sesuatu yang mustahil asalkan ada kemauan, tinggal komitmen kita bersama apakah mau memberantas penyalahguna narkotika atau tidak. Salah satu faktor sulitnya memberantas pengguna maupun penyalahguna narkotika disebabkan banyaknya produsen narkotika di Indonesia, bahkan Indonesia ditengarai sebagai pengeskpor narkotika jenis shabu (methamphetamine) dan bukan lagi pengimpor, sehingga kalau dulu pengguna narkotika hanya kita dengar banyak terjadi di kota-kota besar yang dipenuhi tempat hiburan malam, tetapi sekarang pengguna maupun penyalahguna narkotika sudah merambah ke desa-desa bahkan sudah ada yang ke level pengedar.

Sehingga, mulai sekarang kita harus besatu padu untuk memberantas penyalahgunaan narkotika yang sekarang tidak mengenal kasta lagi, mulai dari masyarakat kelas bawah sampai masyarakat kelas atas, mulai dari pejabat sampai ke honorer. Dan ingatlah, bahwa memberantas penyalahgunaan narkotika tidak akan pernah berjalan tanpa adanya komitmen bersama antara pemerintah melalui lembaga-lembaga yang ditunjuk, seperti BNN, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kemenkumham, termasuk lembaga penegak hukum, karena tanpa adanya sinergi antara masyarakat dan pemerintah maka peredaran narkotika akan semakin menggila yang akan menyebabkan penyalahguna ataupun korban penyalahguna narkotika akan semakin bertambah, dan yang tersenyum hanya satu yaitu para bandar narkotika di negeri ini bersama jaringannya yang bertebaran di luar negeri.

Dalam beberapa kasus yang diungkap oleh aparat Kepolisian maupun yang diungkap oleh BNN (Badan Narkotika Nasional), hampir semuanya membuat kita terperangah melihat jumlah barang bukti narkotika yang begitu banyak, bahkan ada barang bukti narkotika jenis methamphetamine (shabu) yang menghampiri 1 (satu) ton, dan beberapa hari yang lalu kita membaca berita aparat Polres Pare-Pare menangkap beberapa tersangka dengan barang buktinya, berupa shabu seberat sepuluh kilogram. Bisa kita bayangkan bagaimana generasi bangsa ini terutama generasi mudanya andaikata shabu-shabu yang begitu banyak dikonsumsi para generasi muda kita?

Bisnis narkotika adalah bisnis yang sangat menggiurkan karena begitu cepatnya orang menjadi kaya raya dalam waktu singkat, sehingga banyak yang nekat menjadi bandar dan pengedar narkotika, walaupun dia sudah mengetahui konsekuensi hukum yang dihadapinya dan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk lima besar terpadat dunia, akan menjadi sasaran empuk dan pangsa pasar yang sangat menjanjikan bagi mafia dan kartel narkotika dari negara-negara lain, apalagi saat ini, kita sudah memasuki MEA (Masyarakat Ekenomi Asia), dimana manusia dan barang-barang dari negara-negara Asia akan hilir mudik dengan bebas di negara kita ini, termasuk potensi peredaran narkotika yang semakin membahayakan.

Kesamaan persepsi penegak hukum

Melihat fenomena penyalahguna maupun korban penyalahguna narkotika yang semakin hari semakin berjumlah banyak, sehingga sudah saatnya aparat penegak hukum harus mempersamakan persepsi dan pandangan dalam menyikapi fenomena tersebut. Kesamaan yang penulis maksudkan disini adalah adanya kesamaan pandang dan persepsi para penegak hukum baik dari BNN, Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan Negeri, terhadap penyalahguna dan korban penyalahguna narkotika sebagai pihak korban dan bukan pelaku kriminal. Karena senyatanya masih banyak aparat penegak hukum kita yang memperlakukan pengguna maupun penyalahguna narkotika sebagai kriminal dan bukan sebagai korban.

Sehingga, untuk mempersamakan persepsi tersebut dibuatlah kesepakatan bersama yang dituangkan dalam Peraturan Bersama antara Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Sosial republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia dengan Nomor 01/PB/MA/III/2014, Nomor 03 Tahun 2014, Nomor 11 Tahun 2014, Nomor 03 Tahun 2014, Nomor Per-005/A/JA/03/2014, Nomor 1 Tahun 2014 dan Perber 01/III/2014/BNN tentang Penanganan Pecandu Narkotika Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi, yang diundangkan di Jakarta pada tanggal 11 April 2014, dan dimuat dalam berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 465. Dimana inti dari peraturan bersama tersebut adalah pecandu narkotika, penyalahguna narkotika dan korban penyalahguna narkotika haruslah diberikan pengobatan, perawatan dan pemulihan pada lembaga rehabiltasi medis atau lembaga rehabilitasi sosial dengan cara terlebih dahulu dilakukan proses assesmen oleh tim assesmen yang terdiri dari tim dokter yang meliputi dokter dan psikologi dan tim hukum yang terdiri dari unsur Polri, BNN, Kejaksaan dan Kemenkumham.

Walaupun jauh-jauh hari sebelum peraturan bersama tersebut diundangkan, Mahkamah Agung sebelumnya telah menerbitkan SEMA (Surat edaran) Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Koban Penyalahgunaan Dan pecandu Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial dan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2011 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika Di Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial.

Diakhir tulisan ini, menurut penulis sudah saatnya kita semua mempunyai kesamaan persepsi terhadap pecandu, penyalahguna dan korban penyalahguna narkotika bahwa mereka itu adalah korban dan bukan penjahat sehingga harus diobati dan bukan dipenjarakan.

Penulis: Muliyawan, S.H., M.H., saat tulisan ini dimuat bertugas sebagai Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas I A Jayapura, sebelumnya bertugas sebagai Hakim pada Pengadilan Negeri Palopo

Sumber: Pengadilan Negeri Palopo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *