Tajuk  

Kasus Korupsi, Siapkan Ini Saja, Urusan Beres

Pemimpin Redaksi Terawangnews.com, La Ode Ali

TERAWANGNEWS.COM – Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman prilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Berdasarkan defenisi penegakan hukum diatas, penulis beranggapan bahwa seyogianya keberadaan hukum harusnya memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan, tak terkecuali kasus korupsi.

Namun, bagaimana jika keberadaan hukum tidak dianggap oleh oknum-oknum yang berpeluang melakukan kejahatan itu, khususnya KORUPSI?

Jika kita mengacu pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Pemberantasan Tipikor”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (“UU 20/2001”) sebagai berikut:

Pasal 2 UU Pemberantasan Tipikor:

(1)  Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(2)  Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor:

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Dalam hal ini, unsur yang terkandung dalam pasal 2 dan 3 sudah terpenuhi, jadi walaupun pelaku korupsi telah mengembalikan kerugian negara  atau uang pengganti sebelum atau sesudah dilakukan penyidikan (tentunya setelah lewat 60 hari menurut UU Perbendaharaan dan UU BPK terkait tuntutan perbendaharaan ganti rugi)  maka penegak hukum tetap memproses kasusnya dengan merujuk pada pasal 4 UU No 31 tahun 1999 Jo. UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak pidana korupsi.

Namun, pelaksanaan Undang-Undang diatas nampaknya termentahkan dengan adanya Surat Telegram Kabareskrim Polri Nomor: ST/206/VII/2016 tanggal 26 Juli 2016 mengenai pelaksanaan penegakkan hukum bahwa jika dalam proses penyelidikan ada pengembalian kerugian keuangan negara ke kas negara agar penyelidikan tersebut tidak ditingkatkan ke tahap penyidikan.

Kemudian dipertegas kembali dengan Surat Telegram Kapolda Sultra Nomor: ST/516/V/2020 tanggal 22 Mei 2020 bahwa Perkara Tindak Pidana Korupsi yang akan dinaikan statusnya dari lidik ke sidik harus dilakukan terlebih dahulu dan diberikan waktu selama 60 hari kerja untuk dilakukan upaya pemulihan kerugian keuangan negara dan jika telah dilakukan pengembalian ditahap lidik maka perkara tersebut tidak layak untuk dilanjutkan ke sidik.

Meski begitu, penulis berharap, walau ada ruang-ruang para pelaku korupsi dapat bebas dari jeratan hukum karena telah mengembalikan kerugian uang negara, tidak terjadi lagi di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, seperti kasus dugaan korupsi dana Bahan Bakar Minyak (BBM) di Sekretariat Daerah (Setda) Buton yang dihentikan Polres Buton (***).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *