Tajuk  

Mantan Napi Narkoba Lolos Caleg di Buton dan Terpilih, Bukan Pelaku Kejahatan Tapi Korban? Diputus Pasal 127 UU Narkotika

TERAWANGNEWS.com, BUTON – Mantan narapidana (napi) yang dinyatakan lolos masuk sebagai calon anggota legislatif (caleg) di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra) nampaknya masih dipersoalkan sejumlah pihak.

Mereka pun mempertanyakan kinerja KPU Kabupaten Buton karena telah meloloskan mantan napi itu masuk sebagai caleg pada Pemilu 14 Februari 2024.

Lantas siapa mantan napi tersebut? Dia adalah Yuliadin dari Partai Golkar yang maju sebagai caleg di Dapil 1 Buton meliputi Kecamatan Pasarwajo dan Wabula.

Yuliadin sendiri dari informasi yang dihimpun media ini berdasarkan penghitungan sementara, berhasil lolos dan terpilih sebagai Anggota DPRD Kabupaten Buton periode 2024-2029.

Lalu apa yang dipersoalkan terhadap pencalegkan Yuliadin?

Dalam PKPU Nomor 10 tahun 2023, di dalam salah satu pasal menyebutkan mantan napi bisa ikut mencalonkan diri sebagai caleg namun ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Diantaranya, jika ancaman hukumannya diatas lima tahun, maka dokumen wajib yang harus disertakan yaitu salinan putusan, publikasi di media massa dan surat keterangan dari lapas.

Sementara, terhadap mereka (mantan napi) yang diancam atau dituntut dibawah lima tahun, hanya wajib menyertakan surat keterangan dari pengadilan.

Di dalam PKPU Nomor 10 itu juga, ada klausal yang menyebutkan bahwa seseorang tidak bisa atau tidak boleh mencalonkan diri jika telah melakukan kejahatan berulang.

Lantas, apa yang dimaksud dengan kejahatan berulang?

Dikutip dari laman Kemenkumham, residivis adalah orang yang melakukan tindak pidana berulang.

Artinya, orang tersebut sudah menerima hukuman atas tindak pidananya, tetapi kembali mengulangi tindak pidana serupa.

Nah, jika hal ini dikaitkan dengan Yuliadin khususnya mengenai kejahatan berulang, karena sebelumnya Yuliadin pernah diputus dua kali oleh pengadilan atas penyalahgunaan narkoba untuk dirinya sendiri disebut sebagai kejahatan. Lalu apakah Yuliadin tidak boleh masuk dalam bursa caleg?

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan media ini, terhadap kasus yang dialaminya, oleh pengadilan, Yuliadin diputus dengan Pasal 127 Undang-Undang Narkotika sebagai penyalahguna narkoba untuk diri sendiri.

Sementara sanksi yang dikenakan bagi penyalahguna narkoba terdapat dalam Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika, yaitu: Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun; Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.

Untuk itu, karena Yuliadin diputus dengan Pasal 127 Undang-Undang Narkotika golongan II bagi diri sendiri, maka Yuliadin pun sesuai ketentuan yang berlaku, dilakukan rehabilitasi berdasarkan putusan pengadilan.

Dikutip dari setkab.go.id, rehabilitasi merupakan proses pemulihan penyalah guna narkotika yang meliputi pecandu, penyalah guna, dan korban penyalahgunaan baik secara medis maupun sosial dalam rangka mengembalikan mereka menjadi warga masyarakat yang berguna. Rehabilitasi menjadi alternatif pidana yang ditetapkan bagi penyalah guna narkotika dengan syarat tertentu.

Penetapan rehabilitasi dilakukan oleh aparat penegak hukum dan lembaga yang berwenang dengan membentuk Tim Asesmen Terpadu (TAT) yang terdiri dari dokter, psikolog, Polri, Badan Narkotika Nasional (BNN), Kejaksaan, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Tim ini atas permintaan penyidik melakukan analisis peran seseorang yang ditangkap atau tertangkap sebagai pecandu, penyalah guna, atau korban penyalahgunaan narkotika.

Menurut Pasal 54 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika), pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial. Untuk melaksanakan pasal tersebut, pemerintah menyediakan layanan dan akses pada layanan rehabilitasi bagi pecandu, penyalah guna, dan korban penyalahgunaan narkotika yang memerlukan rehabilitasi. Layanan dan akses rehabilitasi tersebut meliputi balai rehabilitasi, loka rehabilitasi, rumah rehabilitasi, dan institusi penerima wajib lapor (IPWL). Di samping layanan yang disediakan pemerintah, terdapat pula layanan rehabilitasi yang disediakan masyarakat melalui intervensi berbasis masyarakat (IBM).

Nah, jika berdasarkan pasal tersebut diatas, maka Yuliadin termasuk korban/pemakai atau pecandu narkoba. Sehingga, jika dikaitkan dengan PKPU Nomor 10 pada klausal kejahatan berulang yang merupakan larangan bagi seseorang mencalonkan diri, maka Yuliadin tidak bisa dibatasi oleh PKPU karena bukan sebagai pelaku kejahatan tapi korban.

Namun, terhadap pihak-pihak yang menganggap Yuliadin masuk dalam kategori pelaku kejahatan pada kasus penyalahgunaan narkoba dan KPU dianggap lalai karena telah meloloskan mantan napi kasus narkoba, ruang MK terbuka lebar untuk melakukan gugatan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *